Caca Blog – Bukti histori tunjukkan kalau Surabaya telah ada jauh sebelumnya jaman kolonial, seperti yang terdaftar dalam prasasti Trowulan I, berangka 1358 M. Dalam prasati itu tersingkap kalau Surabaya (churabhaya) masih tetap berbentuk desa ditepian sungai Brantas jadi satu diantara tempat penyeberangan perlu selama sungai Brantas.
Surabaya (Surabhaya) juga terdaftar dalam pujasastra Negara Kertagama yang ditulis oleh Prapanca mengenai perjalanan pesiar baginda Hayam Wuruk pada th. 1365 dalam pupuh XVII (bait ke-5, baris paling akhir).
Meskipun bukti tertulis tertua memberikan nama Surabaya berangka th. 1358 M (prasasti Trowulan) & 1365 M (Negara Kertagama), beberapa pakar mengira kalau Surabaya telah ada sebelumnya beberapa th. tsb.
Baca :
Jasa Seo Murah Indonesia
Menurut hipotesis Von Faber, Surabaya dibangun th. 1275 M oleh Raja Kertanegara jadi tempat pemukiman baru untuk prajuritnya yang berhasil menumpas pemberontakan Kemuruhan th. 1270 M. Hipotesis yang beda menyebutkan kalau Surabaya dahulu bernama Ujung Galuh.
Versus beda menyebutkan kalau nama Surabaya datang dari narasi mengenai perkelahian hidup serta mati Adipati Jayengrono serta Sawunggaling. Konon sesudah menaklukkan tentara Tartar, Raden Wijaya membangun satu kraton di Ujunggaluh, serta meletakkan Adipati Jayengrono untuk memimpin daerah itu. Lama-lama karna kuasai pengetahuan Buaya, Jayengrono semakin kuat serta mandiri hingga meneror kedaulatan Majapahit. Untuk mengalahkan Jayengrono diutuslah Sawunggaling yang kuasai pengetahuan Sura. Adu kesaktian dikerjakan di tepi Sungai Kalimas dekat Paneleh. Perkelahian adu kesaktian itu berjalan sepanjang tujuh hari tujuh malam serta selesai dengan tragis, karna keduanya wafat kehabisan tenaga.
Kata ” Surabaya ” juga seringkali disimpulkan dengan filosofis jadi simbol perjuangan pada darat serta air, pada tanah serta air. Diluar itu, dari kata Surabaya juga keluar mitos pertempuran pada ikan Suro (Sura) serta Boyo (Baya atau Buaya), yang menyebabkan sangkaan kalau nama Surabaya keluar sesudah terjadinya peperangan pada ikan Sura serta Buaya (Baya).
Pada th. 1612 Surabaya telah adalah bandar perdagangan yang ramai. Banyak pedagang Portugis beli rempah-rempah dari pedagang pribumi. Pedagang pribumi beli rempah-rempah dengan sembunyi-sembunyi dari Banda, walau sudah ada kesepakatan dengan VOC yang melarang beberapa orang Banda berdagang untuk kebutuhannya sendiri.
Sesudah th. 1625 Surabaya jatuh ke tangan kerajaan Mataram. Sesudah takluk dari kerajaan Mataram, th. 1967 Surabaya alami kekacauan karena serangan beberapa bajak laut yang datang dari Makasar. Ketika kondisi tidak menentu berikut keluar nama Trunojoyo, seseorang pangeran dari Mataram dari suku Madura, yang memberontak pada Raja Mataram. Dengan pertolongan beberapa orang Makasar Trunojoyo berhasil kuasai Madura serta Surabaya.
Dibawah kekuasaan Trunojoyo, Surabaya jadi pelabuhan transit serta tempat penumpukan beberapa barang dari daerah subur, yakni delta Brantas. Kalimas jadi ” sungai emas ” yang membawa beberapa barang bernilai dari pedalaman.
Dengan argumen menginginkan menolong Mataram, pada th. 1677 Kompeni kirim Cornelis Speelman yang diperlengkapi dengan angkatan perang yang besar ke Surabaya. Benteng Trunojoyo pada akhirnya bisa dikuasai Speelman. Lalu Gubernur Jenderal Couper kembalikan Surabaya pada Mataram.
Pada era 18, th. 1706, Surabaya jadi arena pertempuran pada Kompeni di bawah pimpinan Govert Knol serta Untung Surapati.
Sesudah peperangan terus-terusan, tanggal 11 Nopember 1743 Paku Buwono II dari kerajaan Mataram serta Gubernur Jenderal Van Imhoff di Surakarta menanda-tangani satu kesepakatan yang menyebutkan kalau ia menyerahkan haknya atas pantai utara Pulau Jawa serta Madura (termasuk juga salah satunya diSurabaya) pada pihak VOC yang sudah memberi pertolongan sampai ia berhasil naik tahta di kerajaan Mataram. Namun pasukan Hindia Belanda baru berkunjung ke Surabaya pada tanggal 11-April-1746.
VOC membangun susunan pemerintahan baru di daerah pantai utara Pulau Jawa serta Madura dengan kedudukan gubernur di Semarang. Di Surabaya diangkat seseorang Gezaghebber in den Oostthoek (Penguasa Sisi Timur Pulau Jawa).
Pada Th. 1794-1798 Penguasa Sisi Timur Pulau Jawa yaitu Dirk van Hogendorp. Pada tanggal 6 September 1799, Fredrick Jacob Rothenbuhler menukar Van Hogendorp berkuasa hingga th. 1809. Pada th. 1807 Surabaya memperoleh Serangan dari angkatan laut Inggris dibawah pimpinan Admiral Pillow yang pada akhirnya meninggalkan Surabaya.
Sesudah kebangkrutan VOC, Hindia Belanda diserahkan pada pemerintah Belanda. Th. 1808-1811 Surabaya dibawah pemerintahan segera Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels yang jadikan Surabaya jadi kota Eropa kecil. Surabaya dibuat jadi kota dagang sekalian kota benteng.
Th. 1811-1816 Surabaya ada di bawah kekuasaan Inggris yang dijabat oleh Raffles. Th. 1813 Surabaya jadi satu kota yang bisa dibanggakan, beberapa hingga William Thorn dalam buku Memoir of Conguest of Java memiliki pendapat kalau Kota Gresik (pada saat terlebih dulu jadi kota pelabuhan yang ramai) telah jadi kuno apabila dibanding dengan Surabaya.
Kemudian Surabaya kembali dikuasai Belanda. Th. 1830-1850, Surabaya benar-benar berupa jadi kota benteng dengan benteng Prins Hendrik berada di muara Kalimas. Pada th. 1870, Surabaya selalu berkembang ke selatan jadi kota moderen.
Agar tidak menyebabkan kesimpang-siuran dalam orang-orang jadi Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya, dijabat oleh Ayah Soeparno, keluarkan Surat Ketentuan No. 64/WK/75 mengenai penetapan hari jadi kota Surabaya. Surat Ketentuan itu mengambil keputusan tanggal 31 Mei 1293 jadi tanggal hari jadi kota Surabaya. Tanggal itu diputuskan atas perjanjian sekumpulan sejarawan yang dibuat oleh pemerintah kota kalau nama Surabaya datang dari kata ” sura ing bhaya ” yang bermakna ” keberanian hadapi bahaya ” di ambil dari sesi ditaklukkannya pasukan Mongol oleh pasukan Jawa pimpinan Raden Wijaya pada tanggal 31 Mei 1293.
Mengenai lambang kota Surabaya yang berbentuk ikan sura serta buaya ada banyak sekali narasi. Satu diantara yang populer mengenai pertarungan ikan sura serta buaya dikisahkan oleh LCR. Breeman, seseorang pimpinan Nutspaarbank di Surabaya pada th. 1918.
Banyak narasi beda mengenai arti serta semangat Surabaya. Semua mengilhami pembuatan bebrapa simbol Kota Surabaya. Simbol Kota Surabaya yang berlaku hingga sekarang ini diputuskan oleh DPRS Kota Besar Surabaya dengan Putusan no. 34/DPRDS tanggal 19 Juni 1955, diperkuat dengan Ketentuan Presiden R. I. No. 193 th. 1956 tanggal 14 Desember 1956 yang berisi :
1. Simbol berupa perisai sisi enam yang distilir (gesty leerd), yang tujuannya membuat perlindungan Kota Besar Surabaya.
2. Lukisan Tugu Pahlawan melambangkan kepahlawanan putera-puteri Surabaya dalam menjaga Kemerdekaan melawan golongan penjajah.
3. Lukisan ikan Sura serta Baya yang bermakna Sura Ing Baya melambangkan sifat keberanian putera-puteri Surabaya yg tidak gentar hadapi suatu hal bahaya.
4. Beberapa warna biru, hitam, perak (putih) serta emas (kuning) di buat sejernih serta secermelang mungkin saja, supaya dengan hal tersebut dibuat satu simbol yang memuaskan.